Oleh: Marisa Shinta Triyanti
Fenomena masalah anak jalanan merupakan isu global yang telah mencapai titik mengkhawatirkan. Situasi anak jalan di Indonesia cukup memprihatinkan karena sampai saat ini masalah-masalah anak khususnya pada anak-anak yang berada di jalanan belum mendapat perhatian yang serius dari pemerintah. Begitu juga di Malang, banyak anak jalanan belum mendapatkan perhatian yang serius oleh pemerintah Kota Malang. Jumlah anak yang tinggal di jalanan terus menerus meningkat dan pemerintah pun tidak mempunyai data anak yang tinggal di jalanan. anak jalanan merupakan seseorang yang masih belum dewasa (secara fisik dan phsykis) yang menghabiskan sebagian besar waktunya di jalanan dengan melakukan kegiatan-kegiatan untuk mendapatkan uang guna mempertahankan hidupnya yang terkadang mendapat tekanan fisik atau mental dari lingkunganya. Dalam buku “Intervensi Psikososial” (Depsos, 2001:20), anak jalanan adalah anak yang sebagian besar menghabiskan waktunya untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan atau tempat-tempat umum lainnya.
Anak jalanan perlu memperoleh perhatian dari semua jajaran masyarakat. Barangkali yang lebih perlu diperhatikan adalah anak jalanan yang muncul dengan terpaksa karena mereka ini pada hakekatnya kehilangan hak secra fisik, psikologis, ekonomi dan perilaku sosialnya. Perilaku sosial anak sangat dipengaruhi oleh tempat dia tinggal atau bergaul. Perilaku anak jalanan selalu berada dalam situasi rentan dalam segi perkembangan fisik, mental, sosial bahkan nyawa mereka. Melalui stimulasi tindakan kekerasan terus menerus, terbentuk sebuah nilai-nilai baru yang cenderung mengedepankan kekerasan sebagai cara untuk mempertahakan hidup. Disamping itu anak jalanan dengan keunikan kerangka budayanya, memiliki tindak komunikasi yang berbeda dengan anak yang normal. komunikasi intra budaya anak jalanan dapat menjelaskan tentang proses, pola, perilaku, gaya, dan bahasa yang digunakan mereka. aspek-aspek tersbut tampak manakala berkomunikasi sesama teman, keluarga, petugas keamanan dan ketertiban, pengurus rumah singgah, dan lembaga pemerintah. Anak jalanan yang sudah terbiasa dalam lingkungan rumah singgah dan anak jalanan yang “liar”, memiliki perilaku yang berbeda dan komunikasi yang berbeda.
Perilaku sosial anak jalanan yang diketnal dan diketahui oleh masyarakat yaitu tidak baik, karena perubahan sikap, cara komunikasi yang kasar, memaksa, brutal, tata cara bicara yang buruk, gaya bahasa, pakaian yang tidak rapi, rambut yang di warnai membuat masyarakat tidak senang dengan anak jalanan. Adapun perbedaan perilaku sosial pada anak jalanan yang mengikuti kegiatan Griya Baca atau yang bernaung di Griya Baca.
Anak jalanan terkenal dan dianggap oleh kalangan masyarakat mengedepankan kekerasan sebagai cara untuk mempertahakan hidup. Disamping itu anak jalanan dengan keunikan kerangka budayanya, memiliki tindak komunikasi yang berbeda dengan anak yang normal. komunikasi intra budaya anak jalanan dapat menjelaskan tentang proses, pola, perilaku, gaya, dan bahasa yang digunakan mereka. aspek-aspek tersbut tampak manakala berkomunikasi sesama teman, keluarga, petugas keamanan dan ketertiban, pengurus rumah singgah, dan lembaga pemerintah. Anak jalanan yang sudah terbiasa dalam lingkungan rumah singgah dan anak jalanan yang “liar”, memiliki perilaku yang berbeda dan komunikasi yang berbeda. Perilaku sosial anak jalanan yang diketnal dan diketahui oleh masyarakat yaitu tidak baik, karena perubahan sikap, cara komunikasi yang kasar, memaksa, brutal, tata cara bicara yang buruk, gaya bahasa, pakaian yang tidak rapi, rambut yang di warnai membuat masyarakat tidak senang dengan anak jalanan.
Perilaku sosial anak Griya Baca yang terdapat anak jalanannya, tidak adanya kekerasan (hanya bercanda saja diantara anak-anak Griya Baca yang tidak menimbulkan masalah yang serius), gaya bicara mereka juga lebih sopan, tidak kasar, berpakainya rapi dan terkadang anak-anak Griya Baca mengenakan pakaian atau seragam dari Griya Baca, rambut mereka juga tidak ada yang diwarnai dan lain sebagainya. Hal tersebut dapat dilihat juga dari hasil wawancara dengan salah satu Volunteer yang menjadi sukarelawan dalam memberikan ilmu atau berbagi dengan anak-anak Griya Baca. Jadi, di Griya Baca mereka diberikan pengertian dan pelatihan agar tidak terseret kedalam kehidupan/lingkungan anak jalanan yang terkenal di mata/kalangan masyarakat, untuk lebih semangat dan teratur dalam menjalani hidup mereka. Mereka diajarkan untuk mengaji, belajar bersama mata pelajaran sekolah atau hal apapun, belajar untuk saling membantu dan berbagi antar satu sama lainnya, soft skill mereka diasah dan diajarkan bagi yang belum bisa seperti bermain musik, bernyanyi, menari, membuat kerajinan tangan, belajar memandu sebuah acara karena di Griya Baca sendiri sering mengadakan acara/kegiatan misalnya bakti sosial, dan lain sebagainya. Soft skill/kemampuan mereka itu lah yang mereka tampilkan jika menggelar/ada sebuah acara. Jadi lingkungan, bimbingan dan pendekatan yang tepat sangat berpengaruh pada proses pembetukan perilaku sosial individu.