Sinergi Psikologi UM dan UNIKAMA Bahas Komprehensif Perkembangan Kognitif dan Sosial Emosi Anak Usia Dini

by | Apr 16, 2025 | Berita, Blog/Artikel

Teori keterikatan Bowlby menjadi sorotan penting: bagaimana kelekatan emosional memengaruhi kepercayaan diri dan relasi sosial anak.

Psikologi UM – Malang, 15 April 2025 — Fakultas Psikologi Universitas Negeri Malang menyelenggarakan kegiatan co-teaching dengan menghadirkan dosen dari Universitas Kanjuruhan Malang (UNIKAMA), Dr. Siti Muntomimah, M.Pd., untuk membawakan topik penting dalam Psikologi Perkembangan Anak Usia Dini. Pertemuan ini memadukan dua dimensi utama dalam tumbuh kembang anak: perkembangan kognitif serta perkembangan sosial dan emosi.

Materi dimulai dengan pembahasan mengenai perkembangan kognitif anak usia dini, dengan dasar utama pada teori Jean Piaget. Anak pada masa awal kehidupan berada dalam tahapan sensorimotor (0–2 tahun), di mana pengetahuan mereka berkembang melalui aktivitas fisik dan sensorik. Pada tahap ini, anak belajar melalui eksplorasi langsung terhadap lingkungan menggunakan indera dan gerakan tubuh. Konsep seperti “obyek permanen” mulai terbentuk, yakni pemahaman bahwa benda tetap ada meskipun tidak terlihat.

Selanjutnya, anak memasuki tahap praoperasional (2–7 tahun), di mana kemampuan simbolik mulai berkembang. Anak mulai menggunakan bahasa untuk merepresentasikan dunia sekitarnya, tetapi masih memiliki cara berpikir yang egosentris dan intuitif. Anak belum mampu memahami sudut pandang orang lain secara penuh dan berpikir secara logis, namun sudah menunjukkan peningkatan daya imajinasi. Tahap ini penting dalam membentuk kemampuan dasar dalam komunikasi dan pengambilan makna dari simbol-simbol sosial.

Materi dilanjutkan dengan penekanan pada pentingnya stimulasi kognitif di lingkungan sekitar, termasuk melalui bermain edukatif, komunikasi verbal aktif, serta penyediaan situasi yang menantang namun sesuai dengan kemampuan berpikir anak. Lingkungan belajar yang kaya pengalaman terbukti mampu merangsang perkembangan mental anak secara signifikan, baik di rumah, sekolah, maupun dalam interaksi sosial keseharian.

Baca juga:

Selanjutnya, pembahasan beralih pada perkembangan sosial dan emosional anak, yang tidak kalah penting dalam membentuk kepribadian dan integritas psikologis anak. Aspek ini mencakup kemampuan anak dalam membangun hubungan interpersonal, mengenali emosi diri dan orang lain, serta mengatur perilaku sesuai norma sosial. Teori Erikson menjadi landasan utama dalam memahami tugas-tugas perkembangan psiko-sosial, seperti inisiatif versus rasa bersalah (usia 3–6 tahun) dan industri versus inferioritas (usia 6–12 tahun), yang masing-masing berkaitan dengan dorongan eksplorasi dan pencapaian sosial.

Pemahaman terhadap teori keterikatan (attachment) dari Bowlby juga dijelaskan secara mendalam. Anak yang memiliki ikatan aman dengan pengasuh utamanya cenderung tumbuh menjadi individu yang percaya diri, mampu membangun relasi sosial yang sehat, dan memiliki kontrol emosi yang stabil. Sebaliknya, ketidakstabilan emosi dalam keluarga atau kurangnya kelekatan dapat menjadi faktor risiko bagi munculnya gangguan emosional di kemudian hari.

Faktor lingkungan turut berpengaruh signifikan terhadap perkembangan sosial-emosi anak. Pola asuh orang tua (otoritatif, permisif, otoriter, dan lalai), dinamika keluarga, hubungan dengan teman sebaya, serta eksposur terhadap media digital menjadi variabel yang harus diperhatikan dalam mendampingi tumbuh kembang anak. Pengenalan empati, kerja sama, komunikasi asertif, serta penyelesaian konflik secara sehat menjadi aspek-aspek penting dalam pembentukan kompetensi sosial anak sejak usia dini.

Dalam konteks pendidikan, guru dan pendidik anak usia dini diharapkan tidak hanya menjadi fasilitator akademik, tetapi juga pendamping emosional yang peka terhadap kebutuhan perasaan dan relasi sosial anak. Aktivitas kelompok, bermain peran, dan teknik bercerita menjadi media efektif untuk mengembangkan aspek sosial-emosi secara terstruktur. Kesadaran emosional, pengendalian impuls, dan kemampuan berbagi perlu dilatih sejak dini agar anak mampu beradaptasi dengan lingkungan sosial yang lebih kompleks seiring bertambahnya usia.

Materi juga membahas hubungan saling memengaruhi antara perkembangan kognitif dan sosial-emosi. Anak yang secara kognitif mampu memahami situasi dan konsekuensi tindakannya akan lebih mudah untuk mengontrol emosi dan bertindak secara sosial. Sebaliknya, anak yang merasa aman secara emosional akan lebih berani mengeksplorasi dan belajar, sehingga perkembangan kognitifnya juga lebih optimal. Oleh karena itu, kedua aspek ini tidak bisa dipisahkan dalam strategi pengasuhan dan pendidikan anak usia dini.

Melalui kegiatan ini, mahasiswa diajak memahami perkembangan anak secara menyeluruh dan terintegrasi, yang menjadi dasar penting dalam praktik pendidikan dan intervensi psikologi perkembangan.

Pewarta: Artika Yennifa (Mahasiswa S1 Psikologi)