Tutut Chusniyah

Farah Dhiba Noer Azizah

Universitas Negeri Malang

 

Latar Belakang

Kehidupan manusia tidak lepas dengan apa yang dinamakan usaha. Segala yang ingin dicapai dan dimiliki oleh seseorang memerlukan usaha dan kerja keras untuk meraihnya. Misalnya saja untuk meraih juara, masuk ke sekolah atau universitas yang bagus, dan mendapatkan pekerjaan. Jangankan untuk hal-hal seperti itu, untuk makan sehari-hari, memakai pakaian dan berlindung di bawah atap rumah, orang harus bekerja keras dan berusaha untuk mendapatkannya.

tidak semua usaha yang kita lakukan akan mencapai kesuksesan, adakalanya mengalami kegagalan walaupun kita telah mengerahkan semua kemampuan kita. Kesuksesan dan kegagalan merupakan hal yang wajar dalam usaha yang kita lakukan. Tidak mungkin kita selalu mengalami sukses atau selalu gagal. Ketika orang menjelaskan mengapa individu sukses atau gagal, setidaknya ada tiga macam penjelasan yang biasanya dipakai (Fletcher & Ward dalam Shiraev dan Levy, 2012), yakni: kemampuan individu, usaha, dan kesulitan tugas.

Dalam memandang kesuksesan dan kegagalan yang dialami, setiap kultur maupun setiap orang memiliki pendapat yang berbeda-beda. Jika seseorang cenderung mengaku-aku kesuksesan personal dan menghindari tanggung jawab atas kegagalannya, dia menunjukkan “bias yang berpusat pada diri” (Shiraev dan Levy, 2012). Namun ada juga yang disebut dengan unasumming bias, yakni tendensi untuk menjelaskan kesuksesan personal sebagai hasil dari faktor eksternal, seperti keberuntungan atau bantuan dari orang lain, dan kegagalan sebagai akibat dari kesalahan atau kelemahan personal (Chandler dkk. dalam Shiraev dan, Levy 2012).

Studi-studi yang berbeda menunjukkan adanya bias semacam ini di kultur Amerika dan Asia Timur. Misalnya, subjek Jepang lebih kerap menisbahkan kegagalan dengan diri mereka dan lebih jarang menisbahkan kesuksesan pada diri sendiri, dibandingkan subjek Amerika Serikat. Selain itu, orang Jepang menunjukkan bias kelompok, tendensi untuk menjelaskan kesuksesan orang lain berdasarkan faktor internal dan kegagalan berdasarkan faktor eksternal (Kashima & Triandis, Yamaguchi dalam Shiraev dan Levy, 2012). Fenomena yang terjadi di atas inilah yang melatar-belakangi peneliti mengkaji hal ini. Oleh karena itu, peneliti merasa tertarik untuk mengupas lebih lanjut mengenai atribusi kesuksesan dan kegagalan pada masyarakat suku Mbay-Dhawe, Flores.

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode wawancara. Menurut Stewart dan Cash (dalam Herdiansyah, 2015), wawancara diartikan sebagai suatu interaksi yang di dalamnya terdapat pertukaran/sharing aturan, tanggung jawab, perasaan, kepercayaan, motif, dan informasi. Subyek dari penelitian ini adalah lima (5) mahasiswa/i ( tiga orang berjenis kelamin laki-laki dan 2 perempuan) yang berasal dari etnik Mbay-Dhawe, Flores yang sekarang sedang kuliah di Malang, berusia 19-25 tahun. Data diperoleh dengan wawancara semi terstruktu dan Analisis menggunakan teknik analisis data model interaktif menurut Miles dan Huberman (dalam Herdiansyah, 2015) yang terdiri dari empat langkah, yakni: a) Pengumpulan data: peneliti melakukan wawancara dengan subjek untuk mendapatkan data, b) Reduksi data: peneliti memilih, meringkas, dan mengabstraksikan data yang diperoleh di lapangan, c) Display data: peneliti melakukan pengorganisasian, meringkas dan menyusun informasi yang telah didapatkan, d) Kesimpulan/verifikasi: peneliti melakukan penarikan kesimpulan dari data dan informasi yang diperoleh.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN  

Atribusi Kesuksesan

Kesuksesan merupakan hal yang diinginkan oleh setiap orang dan memiliki arti sebagai suatu keberhasilan seseorang dalam menemukan potensi keunggulan dirinya untuk bisa menjadi yang terbaik di bidangnya sehingga berguna bagi diri sendiri dan orang lain. Menurut kelima subjek penelitian yang telah diwawancarai oleh peneliti, secara keseluruhan mereka mengungkapkan bahwa kesuksesan adalah suatu keberhasilan yang diraih dengan kerja keras, usaha dan juga kemauan yang kuat.

Menurut Weiner (dalam Ardhana, 1990), atribusi kesuksesan dibangun atas dasar dua dimensi pokok, yaitu letak penyebab (locus of causality) dan kestabilan penyebab (stability). Yang dimaksud dengan letak penyebab adalah tempat kedudukan penyebab menurut interpretasi si pelaku dilihat dari dirinya. Letak penyebab bisa bersifat internal maupun eksternal. Faktor internal meliputi kemampuan yang dimiliki, usaha, dan kemauan. Sedangkan faktor eksternal meliputi kesulitan tugas, keberuntungan, dan dukungan dari orang-orang di sekitar. Selain itu, ada juga yang disebut dengan “bias yang berpusat pada diri”, yakni ketika seseorang cenderung mengaku-aku kesuksesan personal dan menghindari tanggung jawab atas kegagalannya (Shiraev dan Levy, 2012).

Dari wawancara yang telah dilakukan peneliti pada subjek yang berasal dari suku Mbay-Dhawe, diketahui bahwa dari lima subjek, terdapat tiga subjek yang percaya bahwa kesuksesan yang mereka raih lebih diakibatkan oleh faktor internal. Subjek 2, 4, dan 5 menyatakan bahwa kesuksesan yang telah mereka capai adalah hasil yang mereka dapatkan karena adanya usaha dengan sungguh-sungguh, kerja keras, dan juga pantang menyerah. Semua itu, akan membantu mereka dalam meraih kesuksesan, tanpa semua itu bagaimana mereka akan dapat meraih kesuksesan? Selain hal di atas, ketekunan juga dapat membantu mereka dalam meraih apa yang mereka cita-citakan, dengan ketekunan peluang mereka untuk mencapai kesuksesan akan semakin besar. Jadi jika mereka ingin meraih kesuksesan dan mencapai semua cita-cita mereka, mereka harus berusaha dengan sungguh-sungguh, selalu bekerja keras, dan pantang menyerah.

Sedangkan subjek 1 dan 3 percaya bahwa faktor eksternal dan faktor internal memiliki peran penting dalam meraih kesuksesan. Menurut mereka, faktor internal seperti usaha, kerja keras, dan juga kemauan dapat membantu mereka dalam meraih kesuksesan. Selain itu, faktor eksternal seperti dukungan dari keluarga dan teman dekat dapat membuat mereka semakin kuat. Dukungan dari orang di sekitar mereka dapat membuat mereka semakin kuat dan semakin termotivasi untuk meraih kesuksesan mereka. Terlihat dalam wawancara yang dilakukan peneliti pada subjek 3,

“Kalo menurutku sih kedua faktor itu sama-sama mempengaruhi ya Mbak. Kayak yang udah tak sebutin tadi, kesuksesan dapat kita raih kalo kita usaha, kerja keras sama punya kemauan, itu kan faktor internalnya. Kalo faktor eksternalnya itu dorongan dari keluarga sama temen deket, dorongan dari orang di sekitar kita kan bisa bikin kita semakin kuat (R.MLG.2015)”.

 

Atribusi Kegagalan

Banyak orang yang sangat takut dengan kegagalan. Dalam kehidupan sosial, memang kegagalan itu adalah sebuah kata yang tidak begitu enak untuk didengar. Kegagalan bukanlah sesuatu yang disukai, dan yang pasti kegagalan adalah suatu kejadian yang setiap orang tidak menginginkannya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kegagalan adalah tidak tercapainya maksud atau keinginan atau tujuan seseorang.

Tidak jauh berbeda dengan pengertian di atas, menurut subjek 3 kegagalan adalah suatu hal yang menakutkan di mana apa yang dia inginkan atau dia cita-citakan tidak tercapai. Berbeda dengan subjek 3, menurut subjek 1, 2, 4, dan 5 secara keseluruhan, kegagalan adalah sebuah kesuksesan yang tertunda dan dapat digunakan sebagai motivasi untuk sukses, digunakan sebagai pelajaran agar tetap kuat, dan berjuang kembali untuk meraih kesuksesan.

Sama dengan atribusi kesuksesan, atribusi kegagalan juga dipengaruhi oleh letak penyebab (locus of causality) yang dapat bersifat eksternal atau internal. Selain itu, terdapat yang dinamakan dengan unasumming bias, yakni tendensi untuk menjelaskan kesuksesan sebagai hasil dari faktor eksternal dan kegagalan sebagai kesalahan atau kelemahan personal (Shiraev dan Levy, 2012).

Dari hasil wawancara yang diperoleh peneliti, diketahui bahwa kelima subjek memiliki kesamaan pendapat tentang faktor yang menyebabkan kegagalan. Menurut kelima subjek, faktor yang dapat menyebabkan kegagalan adalah faktor internal. Faktor internal tersebut antara lain, kurangnya percaya diri, tidak mau dan malas berusaha, kurang memiliki kemauan untuk mencapai kesuksesan dan meraih apa yang diinginkan, juga tidak bekerja keras. Ini dapat dilihat dari wawancara yang dilakukan oleh peneliti,

“Ya faktor internal. Kalo kita malas, kurang usaha dan gak punya kemauan gimana kita bisa sukses (S.MLG.2015).”

“Yang lebih mempengaruhi kegagalan adalah faktor internal, kayak usaha dan kemauan. Jika kedua hal itu gak ada, itulah yang dapat memicu kegagalan kita (AA.MLG.2015)”.

Menurut subjek, faktor internal merupakan faktor yang menentukan kegagalan. Kesuksesan atau kegagalan itu berasal dari dalam diri mereka sendiri bukan dari orang lain. Oleh karena itu, tidak seharusnya ketika mengalami kegagalan mereka malah menyalahkan orang lain, atau karena mereka tidak beruntung.

Ketika orang menjelaskan mengapa individu sukses atau gagal, setidaknya ada tiga macam penjelasan yang biasanya dipakai (Fletcher & Ward dalam Shiraev dan Levy, 2012), yakni:

  1. Kemampuan individu (“Aku punya keahlian” atau “Aku tak punya keahlian”).
  2. Usaha (“Aku berusaha sekuat tenaga” atau “Aku tak berusaha”).
  3. Kesulitan tugas (“Itu tak terlalu sulit” atau “Itu sulit sekali”).

Menurut hasil wawancara dengan subjek, secara keseluruhan kelima subjek berpendapat bahwa yang mempengaruhi kesuksesan dan kegagalan seseorang adalah kesungguhan seseorang dalam meraih apa yang dia inginkan. Faktor kemalasan juga berpengaruh, karena jika orang malas meraih keinginannya kemungkinan dia akan mengalami kegagalan. Selain itu, usaha yang dia keluarkan akan mempengaruhi hasil yang didapatkan. Jadi menurut subjek yang menentukan kesuksesan dan kegagalan adalah besar kecilnya usaha yang dilakukan dan juga kuat lemahnya kemauan yang dimiliki untuk meraih apa yang diinginkan.

 

Kesimpulan

Kesuksesan dan kegagalan adalah dua sisi yang berbeda tetapi selalu berdampingan. Setiap orang pasti mengalami kesuksesan dan kegagalan. Kesuksesan dan kegagalan dapat dipengaruhi oleh faktor internal (seperti usaha, kemampuan, dan kemauan) maupun faktor eksternal (seperti kesulitan tugas dan dukungan dari orang-orang di sekitar). Terdapat “bias yang berpusat pada diri”, yakni ketika seseorang cenderung mengaku-aku kesuksesan personal dan menghindari tanggung jawab atas kegagalannya. Ada juga yang dinamakan dengan unasumming bias, yakni tendensi untuk menjelaskan kesuksesan sebagai hasil dari faktor eksternal dan kegagalan sebagai kesalahan atau kelemahan personal.

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan dengan subjek yang merupakan suku Mbay-Dhawe (Flores) diketahui bahwa para subjek lebih mengatribusikan kesuksesan yang mereka raih dengan faktor internal, seperti usaha yang dilakukan, kemauan yang mereka punya, dan kerja keras. Untuk kegagalan, kelima subjek juga sepakat bahwa penyebab kegagalan adalah dari faktor internal, seperti kemalasan, kurangnya usaha, kurang kuatnya kemauan, dan kurang percaya diri.

 

Daftar Pustaka

Shiraev, E. dan Levy, D. 2012. Psikologi Lintas Kultural: Pemikiran Kritis dan Terapan Modern. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Herdiansyah, H. 2015. Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu Psikologi. Jakarta: Penerbit Salemba Humanika

Ardhana, W. 1990. Atribusi terhadap Sebab-sebab Keberhasilan dan Kegagalan serta Kaitannya dengan Motivasi untuk Berprestasi. Malang: IKIP Malang

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)