Love Language: Mitos Populer atau Fakta Ilmiah?

by | Nov 5, 2024 | Blog/Artikel

Your caption goes here.

Pernahkah terbesit dalam benakmu, seberapa ilmiahkah konsep populer Love Language itu?

Konsep Love Language sendiri dikembangkan oleh Gary Chapman dalam bukunya yang berjudul  ‘The 5 Love Language’ . Sejak awal publikasinya pada tahun 1992, buku tersebut berhasil mendapatkan popularitas yang tinggi dengan telah menjual lebih dari 20 juta eksemplar di seluruh dunia. Chapman memaparkan bahwa terdapat suatu perbedaan dalam cara-cara yang disukai seseorang untuk mengekspresikan dan menerima cinta, yang disebut sebagai love language.

Konsep love language ini memiliki tiga bagian penting, yaitu:

  1. Setiap individu memiliki satu love language utama yang ia gunakan paling sering ketika mengekspresikan dan merasakan rasa cinta
  2. Terdapat lima kategori love language yaitu:
  1. words of affirmation (ekspresi verbal dari apresiasi, pujian, atau penyemangat), 
  2. quality time (waktu yang disengaja untuk dihabiskan bersama dengan perhatian penuh)
  3. receiving gifts (tanda penghargaan berbentuk fisik)
  4. acts of service (dukungan praktikal melalui tindakan), dan
  5. physical touch (kontak fisik)

Kebanyakan masalah dalam hubungan berakar dari pasangan-pasangan yang “mengucapkan” love language yang berbeda satu sama lain. Layaknya perbedaan bahasa Indonesia dengan Mandarin, suatu pasangan tidak akan bisa memahami atau merasakan dicintai ketika mereka ‘berbicara’ menggunakan love language yang ‘asing’ bagi satu sama lain

Singkatnya, kunci dari hubungan yang bahagia dan sukses adalah bagi suatu pasangan untuk menemukan, belajar, dan berbicara love language utama mereka satu sama lain. Namun, sebenarnya seberapa ilmiahkah konsep love language itu?

Para peneliti menganalisis data-data dari ribuan pasangan dari berbagai penelitian, melihat seberapa baik konsep love language dalam memprediksi kepuasan dan stabilitas dalam hubungan suatu pasangan. Hasil temuan mereka memaparkan bahwa meskipun terdapat beberapa hal yang benar dari konsep love language ini, ia tidak sesederhana itu.

Baca juga:

Tidak Hanya Satu

Berlawanan dengan pandangan bahwa setiap orang hanya memiliki satu love language utama, berbagai studi menunjukkan bahwa orang-orang sebenarnya cenderung menilai kelima love language sama-sama bermaknanya bagi mereka. Maksudnya apa? bayangkan kamu menyukai ketika pasanganmu memberikan pujian atau menghabiskan waktu denganmu. Meskipun kamu mungkin memilih quality time sebagai love language utamamu, kamu akan tetap menganggap ketika pasanganmu memberikanmu hadiah atau ketika membantumu melakukan sesuatu sama bermaknanya dengan menghabiskan waktu bersamamu. Selain itu, kebanyakan orang akan cenderung memilih quality time daripada receiving gifts karena hal tersebut dapat dilakukan ‘lebih sering’ dalam keseharian pasangan mereka. Namun, ketika mereka harus menilai love language satu-satu, mereka akan cenderung menilai receiving gifts sebagai language yang lebih bernilai tinggi dibanding quality time karena ia mencerminkan suatu cara yang jarang dilakukan tetapi ‘istimewa’ untuk mengkomunikasikan cinta kepada pasangannya.

 

Tidak Sesimpel 5 Kategori

Berbagai studi menemukan bahwa perbedaan kelima love language tidaklah sejelas itu. Faktanya, banyak penelitian yang menemukan jumlah kategori love language  yang berbeda seperti 3 atau bahkan 7 kategori, sehingga menunjukkan bahwa sistem 5 kategori ini tidak konsisten dan bukan cara terbaik untuk memahami bagaimana kita mengekspresikan cinta. Layaknya pelangi dengan banyak warna yang berbaur satu sama lain, terkadang apa yang kita anggap perilaku act of service bisa jadi tumpang tinding dengan words of affirmation,   sehingga sulit untuk membedakan dengan jelas setiap love language dengan jelas.Selain itu, kelima love languages ternyata tidak mencakup semua cara individu dalam mengekspresikan dan merasakan perasaan cinta. Banyak cara lain seperti membantu pasanganmu menggapai tujuan personalnya, memperkenalkan dirinya kepada keluarga dan teman-temanmu, ataupun bagaimana kamu dan pasanganmu mengelola konflik-konflik yang muncul dalam hubungan kalian berdua merupakan hal penting yang tidak tercakup dalam kelima love language yang turut berpengaruh dalam membangun dan mempertahankan hubungan yang bahagia.

 

Memiliki love language yang ‘Sama’ Tidak Selalu Menjamin Hubungan yang Baik

Nyatanya, pasangan yang memiliki love language yang sama tidak selalu memiliki kepuasan yang lebih tinggi dalam hubungan mereka dibandingkan dengan pasangan yang memiliki love language  yang berbeda. Banyak penelitian menunjukkan bahwa mengekspresikan rasa cinta dalam bentuk apapun itu tetap dapat memiliki efek yang positif kepada suatu hubungan. 

Tidak hanya itu saja, love language yang ‘sama’ tidak selalu menghasilkan efek yang positif. Kita tetap harus selalu memperhatikan konteks yang lain, seperti bagaimana suatu pasangan menangani konflik dan cara mereka berkomunikasi satu sama lain. Suatu pasangan mungkin memiliki love language yang sama seperti quality time, akan tetapi apabila mereka sering bertengkar atau memiliki komunikasi yang buruk satu sama lain, kesamaan love language tidak akan cukup untuk meningkatkan kualitas hubungan mereka.

Konsep Alternatif pengganti Love Language: Anggap Cinta Layaknya Pola Makan Bergizi Seimbang

Daripada menganggap cinta layaknya bahasa dimana seseorang hanya bisa merasakan dicintai ketika pasangannya menggunakan bahasa yang sama, lebih baik kita menganggap rasa cinta dan proses menciptakan serta mempertahankan hubungan  layaknya ‘pola makan sehari-hari yang harus kita kelola agar tetap bergizi seimbang.’ Maksudnya bagaimana? Contohnya seperti ini, meskipun seorang individu dapat bertahan hidup dengan hanya mengkonsumsi satu jenis nutrisi yang sama (karbohidrat saja), pada akhirnya ia akan tetap memerlukan mengkonsumsi nutrisi penting lainnya (protein,  vitamin, mineral, dan lain sebagainya) agar dapat berada dalam kondisi kesehatan terbaik. Demikian pula apabila seseorang dapat memelihara hubungannya meskipun ia kekurangan ‘nutrisi’ tertentu (semisal, kekurangan kontak fisik akibat long-distance relationship), hubungan yang terbaik adalah ketika suatu pasangan dapat mengekspresikan berbagai ekspresi cinta kepada satu sama lain dengan seimbang.

Tentu, hal ini bukan berarti semua cara pengekspresian rasa cinta sama pentingnya untuk semua orang. Layaknya ketika seseorang mungkin lebih membutuhkan nutrisi tertentu daripada nutrisi yang lain,  pengekspresian rasa cinta tertentu akan memberikan manfaat lebih tergantung pada situasi yang suatu pasangan tersebut alami. Contohnya adalah sama seperti seseorang yang mungkin memiliki kondisi kekurangan nutrisi tertentu (seperti orang dengan penyakit anemia yang membutuhkan suplemen zat besi), seseorang yang semasa kecil di lingkungannya jarang diberikan afeksi dalam bentuk apresiasi atas apa yang ia lakukan, akan mendapatkan manfaat lebih apabila dalam hubungannya pasangannya sering mengekspresikan rasa cintanya melalui kata-kata afirmasi. Contoh lainnya apabila suatu pasangan dalam kondisi long-distance relationship, mereka akan mendapatkan manfaat lebih apabila suatu saat mereka mendapatkan kesempatan bertemu dan dapat menghabiskan waktu bersama secara langsung. Alih-alih hanya ada satu hal penting yang perlu dilakukan oleh seseorang untuk membuat pasangannya merasa dicintai, kita harus menganggap hubungan layaknya gizi yang harus dikelola dengan seimbang. Jika kamu merasakan ada suatu hal yang kurang dalam hubunganmu, kamu harus bisa mengkomunikasikan dan mendiskusikan ketidakseimbangan tersebut dengan pasanganmu.

Dalam kehidupan nyata, menjaga hubungan yang sehat dan bahagia lebih mirip dengan menjaga pola makan yang seimbang, dimana berbagai bentuk ekspresi cinta dan dukungan saling melengkapi untuk menciptakan hubungan yang kuat dan memuaskan. Dengan memahami bahwa cinta tidak dapat dibatasi hanya pada satu cara atau kategori tertentu, kita bisa lebih fleksibel dan terbuka dalam mengekspresikan dan menerima cinta, yang pada akhirnya membantu kita untuk membangun hubungan yang lebih dalam dan bermakna.

Penulis: Naufal Al Harist