Mojokerto, 15 Juli 2024 – Pendidikan di lingkungan pesantren tak hanya fokus pada aspek akademis dan keagamaan, tetapi juga mencakup pembentukan karakter dan perilaku positif. MA (Madrasah Aliyah) Pesantren Al-Amin mengukuhkan komitmen ini dengan menyelenggarakan seminar bertajuk “Menumbuhkan Budaya Anti-Bullying di Pesantren”. Peserta dari kegiatan ini adalah para santri yang sekaligus siswa kelas X MA Pesantren Al-Amin. Kegiatan ini bertujuan untuk mencapai salah satu tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) yaitu pendidikan berkualitas (SDGs No. 4).

Kegiatan tersebut menghadirkan Mochammad Sa’id, S.Psi., M.Si., salah satu dosen Fakultas Psikologi Universitas Negeri Malang sebagai narasumber utama. Dalam seminar ini, ia memaparkan berbagai aspek penting terkait bullying, mulai dari definisi, bentuk, dampak, hingga strategi pencegahan dan penanganannya.

Sa’id menjelaskan bahwa bullying adalah perilaku agresif yang dilakukan secara berulang dengan tujuan menyakiti orang lain, baik secara fisik, verbal, emosional, maupun melalui media sosial (cyberbullying). Bentuk-bentuk bullying ini termasuk memukul, menghina, mengucilkan, hingga mengirim pesan menyakitkan di media sosial.

Dampak Bullying yang Mengerikan

Menurut Sa’id, bullying tidak hanya berdampak langsung pada kesehatan fisik korban tetapi juga memberikan efek jangka panjang yang serius pada kesehatan mental dan emosional mereka. Beberapa dampak utama bullying antara lain kecemasan, depresi, penurunan harga diri, PTSD, gangguan makan, dan dalam kasus ekstrem, pemikiran untuk bunuh diri. Korban bullying juga kerap merasa malu, kehilangan minat pada aktivitas, dan mengalami kesulitan dalam mengendalikan emosi.

Sa’id juga menyoroti bahwa perilaku bullying sering kali dipicu oleh faktor psikologis seperti rasa tidak aman dan kebutuhan akan kekuasaan, serta faktor lingkungan seperti kekerasan di rumah dan kurangnya pengawasan di sekolah atau pesantren.

Strategi Pencegahan dan Penanganan

Menurut Sa’id, pencegahan bullying harus dimulai dari lingkungan keluarga dengan mengajarkan empati dan pengelolaan emosi. Di lingkungan pendidikan, kebijakan anti-bullying yang jelas, program pendidikan tentang bullying, dan pengawasan ketat sangat penting. Selain itu, peran aktif siswa atau santri dalam mendukung korban, melaporkan kejadian bullying, dan berpartisipasi dalam program anti-bullying sangatlah vital.

Dalam pemaparannya, Sa’id mengakhiri dengan menyampaikan kutipan inspiratif yaitu “The only way to end bullying is to speak out and stand up“. Pernyataan ini bermakna bahwa satu-satunya cara untuk mengakhiri perundungan adalah dengan bersuara dan membela/berpihak (kepada korban).

Kegiatan seminar ini merupakan langkah penting dalam upaya menciptakan lingkungan pendidikan yang aman dan mendukung bagi semua siswa/santri. Dengan pendidikan karakter yang kuat dan komitmen bersama, diharapkan budaya anti-bullying dapat tertanam pada diri setiap santri dan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari di pesantren. Inisiatif ini juga diharapkan dapat menjadi contoh bagi pesantren dan sekolah lainnya dalam menciptakan budaya yang lebih baik dan lebih aman bagi semua siswa/santrinya.

#SDGs3
#SDGs4
#SDGs16
#SDGs17