Kamu lebih dari sekadar angka di timbangan. Fokuslah pada kemajuanmu, bukan kesempurnaan!
Mengapa makan, berat badan, diet menjadi topik yang hangat diperbincangkan wanita? Mengapa begitu banyak wanita merasa bahwa diet dan menurunkan berat badan adalah sebuah pencapaian besar? Saya mengacu pada wanita dari segala usia yang terlibat dalam usaha untuk menjadi kurus dan bangga dengan diet. Memiliki berat badan yang sehat memang penting, tetapi fokus pada diet dan menahan asupan makanan dalam banyak kasus dapat menyebabkan gangguan makan seperti anoreksia nervosa yang sangat sulit diobati. Selain itu, gangguan ini juga dikaitkan dengan depresi, isolasi, dan masalah kesehatan.
Para profesional mengakui untuk menangani wanita dengan gangguan makan mereka akan memfokuskan pada pengobatan depresi dan kecemasan, bersamaan dengan merekonstruksi pemikiran negatif mereka seperti, “Saya akan dilihat buruk jika berat badan saya bertambah.” Terapis juga cenderung bekerja sama dengan ahli gizi yang bertujuan membentuk kebiasaan makan sehat untuk mengembalikan berat badan. Selain itu, terapi ini juga seringkali melibatkan dokter yang memantau kesehatan fisik.
Diet bukanlah tentang mengurangi makanan, tetapi tentang memberi nutrisi pada tubuhmu. Cintai dirimu dengan cara yang sehat!
Penelitian dilakukan oleh Howard dkk. (2023) memberikan angin segar pada topik ini karena melebarkan pandangan untuk melihat anoreksia nervosa dan diet. Howard dkk. (2023) mewawancarai 11 perempuan berusia di atas 18 tahun yang menerima perawatan untuk anoreksia nervosa di komunitas layanan gangguan makan. Mereka dinilai dengan Kuesioner Pemeriksaan Gangguan Makan, kuesioner demografi, dan wawancara tatap muka.
Penelitian ini fokus pada hubungan antara anoreksia dan emosi yang disadari oleh diri sendiri, yaitu rasa malu dan perfeksionisme. Temuan menunjukkan bahwa anoreksia jelas didorong oleh lingkaran setan rasa malu dan perfeksionisme. Hubungannya adalah sebagai berikut: Penderita anoreksia cenderung mengatasi perasaan malu mereka dengan berusaha keras untuk menjadi sempurna. Tidak sepenuhnya jelas mengapa para wanita ini begitu penuh dengan rasa malu, meskipun beberapa dari mereka yang memiliki riwayat trauma yang menimbulkan rasa malu. Para perempuan yang tidak memiliki riwayat trauma tidak yakin perasaan mana yang muncul lebih dulu, apakah mereka merasa malu baru menjadi perfeksionis terhadap tubuh mereka atau sebaliknya. Terlepas dari arah kedua emosi tersebut, rasa malu dan perfeksionis hidup berdampingan dan membentuk lingkaran setan bagi para perempuan ini. Banyak yang melaporkan bahwa mereka berusaha meminimalkan perasaan malu dengan menetapkan standar yang tinggi untuk diri mereka sendiri. Dalam penelitian ini, perfeksionisme berpusat pada tubuh dan pembatasan pola makan. Mereka berjuang untuk mendapatkan tubuh yang sempurna dengan mengontrol makan mereka.
Meskipun temuan ini mungkin berimplikasi pada keberhasilan pengobatan anoreksia, ada beberapa keterbatasan penelitian ini. Ukuran sampelnya kecil. Kami juga tidak tahu apakah tingkat rasa malu dan perfeksionisme yang sama akan ditemukan pada wanita yang lebih muda dan lebih tua yang tidak dalam perawatan atau yang berada pada tahap yang berbeda dari gangguan makan mereka. Pertanyaan yang paling penting adalah apakah siklus rasa malu-perfeksionisme mendahului perkembangan citra tubuh atau apakah siklus ini didahului oleh perkembangan anoreksia nervosa yang parah. Kita dapat mengetahui jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ini dengan mereplikasi penelitian ini dengan kelompok kontrol yang besar dan sejumlah besar perempuan dari segala usia sebelum perawatan, selama perawatan, dan selama pemulihan.
Referensi :
Howard,T.L.M.,Williams.M.O.Woodward.,D.&Fox, J.R.E. (2023)The relationship between shame, perfectionism, and Anorexia Nervosa:A grounded theory study. Psychology and Psychotherapy:Theory, Research, and Practice, 96,40-55.
Penulis: Gemma Gelvani Putri